Lampung Barat- Gelombang keresahan tengah melanda pekon-pekon di Kabupaten Lampung Barat dan berbagai wilayah Indonesia. Dalam beberapa hari terakhir, situasi menjadi bergejolak setelah beredarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang ditandatangani Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 19 November 2025. Regulasi tersebut menetapkan bahwa Dana Desa Tahap II kategori non-earmark tidak akan dicairkan sejak 17 September 2025 hingga akhir tahun anggaran.
Keputusan ini membuat para Peratin (Kepala Pekon) dan perangkat desa terkejut serta merasa diperlakukan tidak adil. Selama ini, dana non-earmark menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan fisik dan program pemberdayaan masyarakat, mulai dari insentif kader, operasional pemerintah pekon, hingga pembangunan infrastruktur.
Dengan pembatalan pencairan dana, berbagai program tersebut terancam tidak dapat dilaksanakan. Para peratin menilai kebijakan ini sangat merugikan masyarakat dan membuat pekon tidak dapat menjalankan kewajibannya. Mereka pun berencana mengajukan audiensi ke kementerian bersama asosiasi kepala desa tingkat provinsi maupun nasional.
Gelombang Protes di Berbagai Daerah
Gejolak akibat PMK 81/2025 kini merebak di sejumlah daerah. Dari wilayah Sumatera, suara protes menguat salah satunya dari Kepala Desa Fajar Baru, Lampung Selatan, M. Agus Budiantoro, S.H.I. Ia menyebut PMK 81 adalah keputusan sepihak yang mengabaikan hak-hak masyarakat desa. Menurut Agus, dalam Dana Desa terdapat hak insentif masyarakat seperti kader Posyandu, kader TB, Ketua RT, guru ngaji, penjaga makam, hingga kaum.“Kami Kades dari Provinsi Lampung meminta APDESI RI menggerakkan Kades se-Indonesia turun ke Jakarta demi memperjuangkan hak masyarakat desa,” tegasnya.
Dari Kalimantan Utara, Kepala Desa di Kabupaten Nunukan juga melakukan konsolidasi setelah Dana Desa Tahap II tak kunjung cair. Sebanyak 91 desa disebut terdampak, dan para kepala desa membuka wacana aksi serentak termasuk mendemo KPPN sebagai perpanjangan tangan Kemenkeu.
Organisasi Nasional Desa Turun Tangan
Sejumlah organisasi aparatur desa mulai mengambil langkah resmi. Pada Kamis (27/11), pengurus DPP PAPDESI (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) yang dipimpin Hj. Wargiyati, S.E. mendatangi Kemenkeu untuk memprotes kebijakan tersebut. Namun audiensi dengan Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus dan Keistimewaan, Jaka Sucipta, dinilai tidak memuaskan.
“Kami akan datang lagi dengan massa yang lebih besar kalau tidak ada keputusan yang jelas,” tegas Wargiyati.
Selain PAPDESI, DPP Asosiasi Kepala Desa Indonesia (AKSI) yang dipimpin Irawadi juga bertahan di Jakarta untuk melakukan lobi politik dan konsolidasi guna mendesak pencabutan regulasi ini.
Organisasi lain seperti APDESI turut menyampaikan keberatan dan tuntutan revisi.
Menunggu Keputusan dan Kepastian
Dampak kebijakan PMK 81/2025 kini telah menjalar luas dan dinilai berpotensi melumpuhkan roda pemerintahan desa, serta memicu gerakan protes berskala nasional.
Para kepala desa berharap pemerintah pusat mendengar aspirasi mereka dan segera memberikan solusi agar pelayanan dasar dan program kesejahteraan masyarakat desa tidak terhenti.
Sampai berita ini diturunkan, gelombang konsolidasi aparatur desa terus berlangsung, menunggu keputusan baru yang diharapkan dapat mengembalikan harapan dan ketenangan bagi masyarakat desa.
Sumber: kiriman Tim/Dok Redaksi (Lendra)
Editor Web: icongPN